Sebuah negara jikalau ingin maju dan berkembang, haruslah juga memperhatikan kondisi masyarakatnya. Apakah masih ada yang kelaparan, kesusahan dalam mengakses makanan sehat?
Bagaimana mau maju jika rakyatnya tidak sehat dan mudah loyo jika dituntut kerja keras?
  Padahal negeri ini dikaruniai tanah yang subur dengan segala potensi yang melimpah ruah. Fakta yang ada tidak menjamin Negara ini masyarakatnya sehat. Malah tingkat gizi buruk dan stunting semakin mengkhawatirkan.
  Apalagi pagi tadi saya mendengar berita di Kompas Tv mengabarkan ada 47 siswa SD di Bandung yang keracunan setelah mengonsumsi susu kemasan saat istirahat. Saya bisa merasakan bagaimana kekhawatiran ibu-ibu dengan kondisi yang semakin menghimpit ini.
  Masih awam tentang bagaimana cara supaya mendapatkan makanan sehat dengan praktis, murah dan efesien . Memastikan gizi keluarga terpenuhi dan pastinya kita mengambil investasi kesehatan ini dalam jangka panjang. Bisa dibayangkan bagaimana pengeluaran keluarga jika anggota keluarga mudah terserang penyakit? Karena sehat itu murah dan sakit itu sangat mahal.
  Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan buku Saku Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2016 bahwa proporsi balita berusia 0 hingga 59 bulan dengan gizi buruk dan gizi kurang pada 2013 mencapai 19,6 persen. Angka ini meningkat dari 17,9 persen pada 2010.

Peningkatan terlihat pada proporsi balita dengan kategori gizi kurang. Pada 2007, tercatat ada 13 persen anak berusia 0-59 bulan yang kekurangan gizi. Porsinya meningkat mencapai 14,9 persen pada 2015. Hingga, di 2016, berkurang 0,5 persen menjadi 14,4 persen balita yang dikategorikan sebagai gizi kurang.
  WHO menetapkan batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk.
  Dr Damayanti Rusli S SpAK Phd anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik PP IDAI mengatakan, faktor utama tingginya masalah stunting di Indonesia salah satunya adalah buruknya asupan gizi sejak janin masih dalam kandungan (masa hamil), baru lahir, sampai anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada dua tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat lagi diperbaiki. Investasi gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan merupakan kewajiban yang tak bisa ditawar.
  Padahal akses makanan bergizi bisa kita petik hanya dengan memaksimalkan lahan sela atau sempit di rumah anda. Kita bisa menanam sayur sawi, bayam, kangkung, selada, bawang merah dan masih banyak lagi. Cukup dengan luas 1 x 1 meter kubik. Dengan pola sehat dan tidak mengunakan berbagai bahan kimia berbahaya. Kita bisa memastikan keluarga kita mengonsumsi makanan sehat dan penuh gizi.
  Dengan segala data dan masalah yang dihadapi bangsa ini, kita optimis mampu mengatasinya. Bagaimana caranya? Silahkan datang di acara Kopdar Tani Nusantara tanggal 30 Desember 2018 di Pomosda Nganjuk Jawa Timur. Disana akan diskusi dan ngopi bareng tentang mengoptimalkan potensi yang diberikan di Negara ini. Tidak perlu khawatir , apapun profesi anda, awam dan tidak tahu bagaimana memulai. Yang terpenting niat, terbukanya pola pikir dan semangat untuk hidup sehat tidak ada yang tidak mungkin.