Malam hari tepat pukul 20.00 di Masjid Billah ba’da isya , duduklah seorang mahasiswa yang sedang asyik membaca. Hanya seorang diri dan semakin “khusyuk” dengan buku  bacaanya. Nama Mahasiswa itu lebih dikenal dengan Jefri.
                Tidak seperti biasanya , malam ini dia lebih memilih bersama bukunya tersebut. Judul buku yang dibaca adalah mengenai pertanian. Lebih tepatnya bagaimana cara mengolah tanah yang baik dan  benar.
                Mas Jefri ini juga berkecimpung dalam dunia organisasi, tepatnya sebagai ketua KPM (BEM kalao di luar) STT Pomosda. Bisa dibayagkan betapa aktifnya mahasiswa bernama Jefri ini. Bulan Agustus ini dia sudah menginjak semester 7 dan sedang mengikuti PKL di sebuah institusi pertanian.
                Baginya , membaca itu bak meminum air di gurun panas Sahara. Melepas dahaga pikiran dan hati akan pengetahuan dan ilmu. “Banyak wawasan yang saya terima kalau membaca buku.”
                Mahasiswa kelahin Jember tahun 95 ini pun bercerita mengenai minat baca di kalangan mahasiswa. “Mahasiswa kalau gak baca itu gak gaul dar hehe.” Ujarnya. Maksud dari perkataan tersebut mahasiswa akan ketinggalan zaman, malah semakin tergilas zaman. Hanya sebatas menjadi suppoerter dan komentator, tidak bisa menjadi pemain dan aktor yang berperan langsung.
                Mahasiswa yang mengambil teknik industri ini pun melanjutkan perbincangan dengan sebuah kata ajaib yaitu “profesional.” “Kita tidak bisa menjadi profesional dan  sungguh-sungguh dalam suatu hal jika tidak mengambil alih ilmu tersebut. Bukan hanya menunggu ilmu dari dosen. Misalnya aku ya dar, dalam dunia industri dan pertanian butuh ilmu untuk inovasi. Tidak mungkin kita berhasil tanpa belajar, ya salah satunya itu dengan membaca.” Ujarnya dengan lebih serius.
                Malam semakin dingin dengan kondisi cuaca Nganjuk yang ekstrim, Mas Jefri menghangatkan diri dengan memakai sajadah. Lalu bagaimana kondisi mahasiswa di STT Pomosda sendiri? Mas Jefri pun menjawab “Tahun 2016 lalu, UKM jurnalistik melakukan survey dengan kuisoner. Hasilnya pun cukup bikin aku kaget, bahwa dari total 248 mahasiswa awal s/d akhir hanya sekitar 45 % yang suka membaca buku apapun. Dari situ bisa tergambar masih kurang minat membaca.”
                Padahal tertera dengan jelas dan menjadi jargon Tri Darma Perguruan Tinggi bahwa pengajaran,penelitian dan pengabdian menjadi jati diri mahasiswa. Pada 2017, berdasarkan data Kementrian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, jumlah unit yang terdaftar mencapai 4504 unit. Angka ini didominasi oleh perguruan tinggi swasta yang mencapai 3136 unit dan PTN berjumlah 122 unit. Menurut data BPS menyatakan jumlah lulusan yang bekerja hanya mencapai 12,24 persen. Sementara pengangguran lulusan perguruan tinggi mecapai 11,19 persen. Hal ini sudah menjadi alarm bahwa mahasiswa telah kehilangan roh Tri Dharma. Kehilangan jiwa pembelajar untuk meningkatkan skill dan kompetensi. Bisa saja kita sebut “Topi Toga dilepas , Selamat Datang Pengangguran Baru.”


                Sudahlah kita tidak usah terlalu lama terjerumus dalam keterpurukan. Bangkit dan mencari solusi menjadi win-win solution. Mengaplikasikan firman Tuhan dalam Al-Quran, bahwa majelis tertinggi adalah musywarah. Memaksimalkan kemampuan otak dan hati sehingga terjalin komunikasi yang komunikatif, menimbang berbagai usulan tanpa pihak yang disakiti dan dan mufaktlah yang dicapai. “Jadi dalam program upgrading kedepan akan ada kelas membaca dan diskusi di perpustakaan kampus. Setiap semester akan ada forum dan setiap mahasiswa bebas membaca apapun setelah itu diIsharekan. Tujuannya minat baca tumbuh dan timbul rasa kekeluargaan antar mahasiswa.” Simpul Mas Jefri.
                “Kamu juga dar, sebagai mahasiswa Tenik Informatika harus banyak baca dan buat kegiatan maslahat. Negeri ini tidak butuh lagi orang-orang tua kolot yang ego kekuasaan.” Dengan nada semangat berapi-berapi Mas Jefri menuturiku. “Udah gak zaman orang ngomong kalo teori itu gak penting. Buktinya misal dia dihadapkan dengan suatu masalah yang kompleks, apakah dia tahu dengan egonya sendiri? Jadi teori itu ibarat membuka peluang-peluang mencari solusi atas suatu masalah. Tutupnya dengan logika yang cukup menyentak. “Terima kasih mas atas waktunya hehe. “