”Tak
boleh ada satu pun pertandingan yang seharga dengan nyawa”
Tepat
jam 22.00 malam tadi, saya melihat berita lewan laman detik.com. Bahwa ada 1
korban tewas di tengah hiruk pikuk pertandingan panas Persib vs Persija. Bingung
mau berkata apa. Yang pasti , perasaan geram dan sedih bercampur. “Murah sekali
nyawa kalo nonton bola.”
Teringat
dulu pernah diajak keluarga melihat pertandingan Persija di GBK. Sehari sebelum
pertandingan, di suatu perjalanan melihat segerombolan The Jak mengatakan
kalimat provokasi. Akhirnya ayah membatalkan rencana pergi ke stadion. Saya
tahu , beliau cemas dengan kondisi di stadion. “Walaupun kita datang baik baik,
banyak juga yang jadi korban dar.” Beliau menambahkan.
Lalu
saya pun tergerak untuk menulis sesuatu tentang perisitiwa yang sudah mengakar
di persepakbolaan nasional. Sebanyak 58 korban tewas semenjak tahun 1995.
Jumlah yang sangat banyak. Belum lagi korban-korban di liga antar kampung dan
divisi-divisi bawah lainnya. Pertandingan Persija vs Persib paling mematikan,
memakan korban sebanyak 6 korban tewas.
Sebagai
pribadi yang mencintai sepakbola dari usia 5 tahun hingga sekarang. Sebagai
pribadi yang hampir berantem dengan teman lain saat bertanding. Sebagai pribadi
yang mempunyai banyak musuh karena sepakbola. Membunuh supporter lawan
merupakan tindakan biadab yang tidak bisa dimaafkan.
Seharusnya
sepakbola menjadi alat pemersatu bangsa dan negara. Rivalitas hanya terjadi di
lapangan. 90 menit saja ! Menjadi hiburan masyarakat, baik pria, wanita, anak
anak, Segala elemen masyarakat bisa menikmati sepakbola hingga filosofinya.
Bisa kita bayangkan The Jak bisa saling berbagi tribun dengan Bobotoh , dan
suporter lainnya.
Disini
PSSI sebagai pemegang mandat tertinggi. Bisa menjadi pengayom dan pelindung seluruh penyelenggaraan sepak bola
berserta semua elemennya. Disini saya menyampaikan gagasan agar bisa lebih baik
lagi pesepakbolaan nasional.
PSSI
membuat regulasi mengenai suporter. Tidak hanya klub, official, wasit dan manajemen
yang menjadi objek regulasi. Kita bisa mencontoh di Inggris. Dimana suporter
diawasi saat di stadion, diberi kartu anggota. Apabila mereka melanggar, maka
ada aturan yang dikenakan. Misalnya tidak boleh ke stadion manapun seumur
hidup. Inggris mengalami berbagai pengalaman pahit di sepak bola mereka. Sebut
saja kejadian di Hillsborough tahun 1989. Yang menewaskan 96 korban tewas dan
ratusan lainnya luka.
Membuat
sebuah media untuk mengenang suatu kejadian yang memilukan. Contoh saja di
Liverpool. Mereka setiap jam 15.06 , mendetingkan bel gereja untuk menghormati
korban Hillsborough. Menurunkan bendera setengah tiang. Hingga membuat museum
khusu untuk kejadian tersebut. Sehingga para suporter sadar , kejadian serupa
jangan terulang Seringkali kita sebagai manusia perlu pemecut sejarah untuk
berbuat lebih baik di kehidupan sekarang.
Jangan
hanya sekedar memberikan bantuan uang saja, setelah itu lepas tangan. Kejadian memilukan
ini terjadi setiap tahunnya. Seolah nyawa supporter sangat murah sekali. Bahkan
PSSI perlu menerapkan pertandingan tanpa suporter untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat pentingnya kebersamaan dan kedamaian. Program program silaturahmi perlu
sering dilakukan hingga tingkat akar rumput, Jikalau perlu tiap minggu ,
supporter berkunjung ke daerah suoperter lain. Kalau kata Kang Emil, lebih baik
sepakbola ditiadakan di negeri ini jika terus memakan korban.
0 Komentar