Subuh yang indah mewarnai hadirnya bulan Agustus ini. Bulan dimana pemerintah sedang “galak-galaknya” menebar benih perjuangan dan nasionalisme ke seluruh elemen masyarakat. Rasa perjuangan itu pun menyerap masuk ke dalam nuraniku untuk menjadi penulis hebat. Maka dari itu saya pun berinisiatif menambah ilmu kepenulisan di Q Writing Management.
                Pesan WA pun muncul di jam adzan subuh berkumandang. Bahwa kami peserta pelatihan menulis mendapat mandat untuk menuliskan pengalaman pribadi yang paling mengesankan dan deadline pengumpulan tanggal 2 Agustus 2017 pukul 07.00. “Wah pengalaman yang mana?” tanyaku dalam batin.
                Jam tangan menunjukan pukul 08.00 pagi setelah menikmati sambal terong. Bergegas ku ambil laptop dan mulai memikirkan gagasan yang ingin ditulis. “Berhubung lagi belajar kepenulisan, kenapa nggak nulis awal aku mendapat apresiasi.”
                Setelah menimbang-nimbang ide terssebut, akhirnya saya yakin untuk menulis pengalaman itu dan berharap bisa memberikan “sedikit” motivasi hehe. Memori langsung menuju tahun 2015 silam. Saat itu saya masih berumur 18 tahun serta duduk di kelas 12 dan bersekolah di SMA Pondok Modern Sumber Daya At-Taqwa yang berlokasi di Nganjuk, Jawa Timur.
                Sebagaimana kalian tahu, kelas 12 merupakan dimensi ruang dan waktu yang sangat sibuk dan melelahkan hehe. Hal yang wajar karena saat itu menuju akhir yaitu Ujian Nasional. Setiap hari pasti ditambah materi pelajaran untuk menunjang prestasi belajar.
                Saya masih ingat saat itu bulan Februari, dimana Try Out edisi kedua. Sesaat setelah try out selesai, dengan muka kumel dan badan lelah saya mendengar pengunguman dari Tim Mading SMA bahwa ada lomba cerpen internal. Sontak saya pun langsung berlari menuju kantor mading dan meninggalkan rasa  lelah saya jauh-jauh.
                “Iya gini kak Haidar, lomba ini untuk internal SMA. Batas waktu pengumpulan 2 hari lagi , di kertas polio dan kirim di kantor Tim Mading. Pemenang akan mendapatkan sertifikat, uang dan yang palin spektakuler, cerpen akan divisualisasikan menjadi drama oleh adik-adik kelas 10.” Begitu penjelasan dari Fahri yang menjabat sebagai pemimpin redaksi. Setelah menerima penjelasan, saya pun teringat dengan jadwal try out yang belum selesai, membuat laporan keuangan KSP (Osis di sekolah saya), serta banyak jadwal yang tidak bisa disebut satu per satu.
                Pikiran pun kacau dan galau, seperti air dan api yang selalu saling menghancurkan. “waduh gimana nih, banyak kerjaan, try out pun belum selesai, badan lelah juga. Tapi ini juga minat dan potensi ku.” Mengeluh dan selalu mengeluh dalam hati. Matahari tepat diatas kepala, pertanda adzan dzuhur berkumandang. “Mending wudhu dulu deh, solat dulu aja.” Hiburku dalam hati.
                Pikiran dan perasaan negatif pun ikut larut seiring saya mengambil air wudhu, pikiran dan hati plong setelah bertawakkal kepada-Nya. Begitulah seharusnya hamba mengabdi kepada Tuhan-Nya, selalu berusaha dengan baik dan berserah diri kepada-Nya. Setelah solat dengan perasaan adem dan tenang, saya pun berinisiatif mengambil kertas polio dan duduk di depan lemariku dalam asrama. Kebetulan saya teringat bahwa siang ini jadwal kosong bagi kelas 12. Dimana hal itu tidak teringat oleh saya saat pikiran kacau. “Wah memang harus tenang dan bijak dalam mengelola masalah. Tidak boleh panik.” Begitulah hikmah yang saya ambil siang ini.
                “Wah ini ini nih, jawaban Tuhan atas permasalahan ku. Waktu kosong ini bisa untuk membuat cerpen , lumayan lah 2 jam kosong sebelum ashar.” Semakin kita memanjat lebih tinggi otomatis deru angin semakin kuat. Setelah masalah pertama selesai, masalah kedua pun muncul. “Wah mau nulis apa ya, yang menarik dan memberikan sedikit motivasi?”
                Saya pun teringat materi buku yang sudah saya baca yaitu mind mapping. Dimana dengan metode mind mapping kita bisa memunculkan ide-ide kreatif dan mengulik habis suatu masalah. Saya pun langsung mengambil kertas hvs dan spidol warna-warni, dan menulis kata cerpen ditengah kertas. Lalu membuat cabang gagasan dengan spidol warna dengan menulis kenakalan remaja.
                Alhasil setelah corat-coret spidol di hvs, gagasan yang saya dapat adalah cerita tentang anak SMA yang tercemar kenakalan remaja. Walaupun dia mendapat kasih sayang orang tua, namun semua berubah drastis setelah ayahanda meninggal. Klimaks cerita pun disaat ibunda kritis, dan ada sebuah rahasia tersirat untuk sang anak yang bernama Tama.
                Setelah berjuang selama 1,5 jam dan penghapus yang hampir habis, tulisan ku jadi di sebuah polio. Menurutku ini merupakan sejarah dan langkah awal bagiku untuk tetap menulis. “Yah semoga mendapatkan hasil terbaik , yang penting sudah usaha maksimal.” Hiburku dalam batin. Setelah itu kurapikan alaat tulis dan persiapan solat ashar berjamaah. “alhamdullilah ya Allah.”
                Keesokan hari yang cerah dan agak sedikit mendung di langit Nganjuk, saya dan teman-teman menuju ke sekolah untuk memulai try out hari ketiga. Sebelum masuk ke kelas, saya pun menuju ruang Mading untuk mengumpulkan hasil karyaku. Namun sangat disayangkan, ruang kantor belum terbuka. “Biasanya udah buka jam segini, mana nih adik-adik kelas?”
                Saya pun langsung fokus dan tidak panik untuk mengikuti try out hari ketiga ini. Pukul 11.00 siang pertanda waktu try out sudah selesai. Namun bagiku ada urusan yang belum selesai. Saya pun berjalan dengan santai menuju ruang Mading, dan betul disana banyak sekali santri yang mengirimkan hasil karyanya mulai dari kelas 10,11, 12 dan bahkan anak SMP. “Perasaan ini buat SMA aja deh.” Pikirku
                “Wah ini kak Haidar, silahkan masuk kak. Rame banget yang kumpulin kak hehe.” Kata Fahri menyambutku. Aku hanya tersenyum dan sesekali memandang tumpukan kertas kumpulan karya-karya santri lainnya. “Oh iya ini Ri, tulisanku. Dijaga ya jangan sampai hilang.” Kataku kepada Fahri. “Sip bang. Pengunguman 3 hari lagi ya.” Singkatnya.
                Perasaan lega dan bahagia pun membuncah di dada. Perjuangan dan dedikasi yang tinggi untuk masa depan yang lebih baik telah aku lewati sedikit demi sedikit. Saya pun teringat dengan Dhawuh Bapak Pimpinan, Bapak Kyai Tanjung. “Masa depan ditentukan oleh apa yang kita lakukan saat ini, detik ini.” Serta Dhawuh lainnya “Orientasi pendidikan bukan kepada angka dan materi, namun sebuah proses yang jujur serta adab dan akhlak.”
                Setelah menunggu selama tiga hari, pengunguman pun muncul di mading sekolah edisi Senin itu. Disitu jelas terpampang hasil lomba cerpen internal SMA kali ini. “Waduh rame banget nih, gimana mau liat.” Tiba-tiba terdengar teriakan sahabat karibku memanggil ku. “Dar, kamu juara 1 nih dar. Sini cpet liat.” Teriak Firli. “Wah masa sih? Biasanya dia sering jail.” Gumamku. Benar saja, namaku pun tertulis “Juara Umum Cerpen SMA Pomosda diberikan kepada Haidar Ali Akbar kelas 12 IPA 2.”
                Setelah dua hari pengunguman tersebut, panitia disela apel pagi memberikan sertifikat ddan uang kepada saya yang diwakili oleh waka kesiswaan, alm Ust.Abdurrahman. “Alhamdullilah, hasil karyaku bisa diapresiasi dan dinikmati oleh semua.” Tidak berapa lama, Fahri pun menghampiri dan berkata “Tim pemeran drama cerpen kak Haidar sudah siap oleh kelas 10 dan mohon didampingi. Penampilan dilakukan dua minggu lagi kak.” Ujarnya. Dua minggu berlalu, penampilan drama ditampilkan dari juara umum sampai harapan 1. Dan sekali lagi penampilan oleh adik-adik kelas 10 begitu memukau, dan membius mata santri dan ustadz di Balairung saat malam minggu yang syahdu itu. “Alhamdullilah.”