Penulis heran pada diri penulis sendiri. Dari TK sampai sekarang (kuliah) kok jarang mendapatkan piala,piagam penghargaan , sertifikat dll. Penulis iri banyak teman penulis sudah mempunyai piala sejak kecil. Bahkan mempunyai lemari piala sendiri. Wow ! Keren ! Amazing !

                Pasti cerita keberhasilan penulis tidak sehebat teman-teman yang lain. Tidak patut dibanggakan apalagi diceritakan hehe. Bagaimana mau dapat piala kalau masa SMP saja penulis habiskan untuk bermain dan kegiatan yang tidak positif. Kenakalan ini mulai dari kelas 8 SMP. Bukan karena pola asuh orang tua dan guru yang salah. Tapi salah dalam bergaul. Penulis mendapat teman yang sangat suka mencoba hal-hal baru (namanya anak muda) hehe. Bermulai dari bolos sekolah dan bermain PS. Sampai tidak pernah  belajar walaupun hanya membuka buku. Hari-hari diisi dengan kesenangan semata. Ya main itu boleh asal jangan kelewatan.
                Kenakalan bertambah dan meningkat di kelas 9 SMP. Merasa di saat itu berkuasaa di atas adik-adik kelas. Bahkan penulis pernah diajak teman untuk memalak. Dan akhir cerita, si “korban” bercerita dan penulis mendapat tamparan keras di pipi oleh pihak BP sekolah. Wow sakit !
                Salah satu keunggulan penulis yaitu pandai berbahasa inggris. Penulis saat kelas 7 SMP menjadi murid kesayangan. Itu pun penulis menyia-nyiakan kesempatan untuk berlomba bahasa inggris kelas 9 tingkat SMP. Kesempatan mendapatkan piala sirna ketika pikiran kacau penulis muncul. Penulis tidak mau ambil bagian dalam kegiatan itu, padahal penulis diberi kemudahan untuk tidak melewati test seperti siswa lain. Kok goblok banget sih !! Penulis memilih untuk terus bermain negatif dengan kawan-kawan satu geng. Perlahan namun pasti, seluruh ilmu dan pelajaran berharga orang tua mulai luntur dari “batok” kepala. Penulis tidak mau berpikir untuk maju apalagi belajar. Padahal mau UN SMP. Gila kan !!
                Kegiatan negatif penulis bertambah menjadi suka taruhan. Penulis yang hobi futsal menjadikan hobi sebagai sumber uang hehe. Kami bertanding untuk memperebutkan uang taruhan yang sudah disepakati kedua belah pihak. Alhamdullilah kami selalu mendapat untung. Penulis selalu mendapat uang sebesar 200 s/d 300 ribu sekali main. Dan uang itu penulis gunakan apalagi kalau bukan untuk bersenang-senang.
                Perilaku terus berlanjut hingga akhir UN SMP. Tapi ada dua hal yang patut dibanggakan yaitu tidak mencontek sama sekali dan mendapat nilai yang lumayan. Setelah SMP penulis bingung untuk melanjutkan dimana, padahal nilai cukup untuk masuk di SMA Negeri di Jakarta.
                Ada sepupu yang berijazah SMA ingin melanjutkan kerja di sebuah pabrik di Bekasi. “Wah kalo SMA saja hanya bekerja di pabrik, apalagi SMP. Mau jadi apa aku ini ?”  Lama-kelamaan penulis sadar bahwa selama ini teman yang penulis anggap “mengerti saya” tidak mempunyai masa depan. Penulis memulai membuka diri dan akhirnya memilih meninggalkan mereka. Penulis menghabiskan waktu untuk membaca berbagai macam buku pengetahuan dan pengembangan diri. Saat itu penulis masih bingung SMA dimana, sedangkan teman lain sibuk pendaftaran. Karena tidak tahu tujuan hidup. Penulis pun berikhtiar untuk lebih baik lagi. Tuhan pun menjawab dengan sebuah diskusi ringan dengan abah. Memang ayah itu selalu membawa keluarga ke arah yang lebih baik. Beliau menyodorkan penulis berupa brosur pondok yaitu POMOSDA. “Wah jauh dari rumah nih, bisa tambah pengalaman dan teman baik yang baru” ujarku dalam batin. Penulis baca baik-baik sistem pendidikan di Pomosda dan ekstrakulikuler apa saja yang tersedia. Penulis baca dengan teliti bahkan sampai mendalami. Penulis tidak tahu bahwa hidayah Tuhan sedang turun dan akhirnya penulis mau bersekolah disini !
Libur selama lebih dari 3 bulan karena di Pomosda berbeda jadwal masuk aktif KBM membuat penulis sering berada di rumah. Banyak membantu pekerjaan rumah dan tentu saja mambaca dan menulis. Lebih banyak mengobrol dengan orang tua sebab penulis sudah membuka diri sendiri untuk maju. Sejak saat itu penulis bertekad dan berusaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Itulah orang yang beruntung.
Memasuki ajaran baru di Pomosda, penulis merasakan iklim yang berbeda, Penulis merasakan atmosfir kekeluargaan yang kuat. Tidak ada senior junior. Semua saling membantu. Bahkan teman penulis ada yang menangis karena kangen rumah, kakak kelas ada yang menghampiri dan menghiburnya. Sungguh indah suasana di Pomosda, membuat penulis tambah bersemangat untuk maju.
Awal kelas 10 SMA, ada momen dimana penulis merasa “bangga” karena penulis dipilih menjadi ketua kelas. Sebelumnya penulis tidak pernah merasakan apa sih ketua kelas itu. Kesempatan kedua pun datang kembali, penulis masuk di tim debat SMA Pomosda. Wow hebat !! Yang semula tidak pernah ikut lomba bahasa, sekarang malah diundang.  Karir organisasi pun juga dipercayakan kepadaku, yaitu menjadi Bendahara KSP 2014/15 dan Bendahara Dewan Ambalan 14/15.
Kelas 11 SMA masuk tim olimpiade Fisika, yang sebelumnya juga gagal test masuk tim ini saat kelas 10. Salah satu impian penulis yaitu menjadi MC sebuah acara. Tuhan pun mengabulkan, penulis menjadi MC Open House yang diadakan setiap malam minggu. Yang semula tidak pernah berbicara di depan umum. Dan puncaknya, penulis disuruh menjadi MC formal pelepasan santri kelas 12. Wow pengalaman hebat saat itu, disaat hasil latihan dua minggu lebih dan berdoa  membawa hasil. Penulis membawakan acara tersebut lancar dan ustadz  mengapresiasi penampilanku.
Bakat dari hasil membaca yaitu menulis “untung” tidak hilang. Penulis mencoba ikut lomba menulis essay dan cerpen di berbagai tempat. Nihil yang didapat. Namun , ada lomba menulis cerpen di internal SMA Pomosda yang penulis ikuti. Dan hasilnya pun , juara 1 di SMA Pomosda walaupun hanya internal. Alhamdullilah .
Tidak berhenti di SMA ,penulis melanjutkan pendidikan di STT Pomosda. Karir menulis pun terus menanjak. Dan saat ini penulis menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Ajisaka. Sungguh tidak ada lagi kata-kata untuk mengungapkan. Selain alhamdullilah . Maha puji Engkau ya Allah.
Di sini penulis menekankan tidak harus mendapat piala atau piagam untuk mengukur kita sukses atau tidak. Yang mampu mengukur hanya diri sendiri. Ukuran kesuksesan pun relatif. Penulis ambil contoh, seorang pria gemuk yang mencoba diet sehingga berlari sejauh 2 KM dan berhasil, maka itu sukses buatnya. Berbeda dengan atlet lari yang berlari 2 KM, pasti itu hal wajar.
Tidak harus hal-hal besar, lakukan hal-hal sepele seperti melaksanakan piket pagi yang sebelumnya tidak pernah piket. Membuang sampah pada tempatnya, mengerjakan PR, solat tepat waktu, memperhatikan pengajaran oleh ustadz dll. Itu sudah sukses, penulis sangat mengapresiasi
Dan mendoakan supaya sukses dunia akhirat bagi mereka yang mau berubah hehe. Masalah mendapat piala, piagam, sertifikat dll itu ditempatkan di prioritas akhir. Yang penting diri pribadi masing yang membuka diri untuk maju dan berusaha. Usaha tidak mengkhianati hasil. Toh, jikalau juga belum mendapatkan piala jangan khawatir. Pribadi maju dan mau belajar lebih berharga dibanding piala.
                Cerita diatas pasti tidak ada apa-apanya di banding teman-teman semua. Penulis yakin kalian bisa lebih dari itu, Yakin sekali ! Semoga menginspirasi dan bermanfaat bagi semua ! Amiinnn ...