Kejadian ini bermula penulis kelas 8 SMP, saat itu penulis masih berumur 14 tahun. Tapi penulis sudah bisa ambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Memang pengalaman itu sangat berharga, bahkan guru kehidupan kita. Sungguh peristiwa ini membuat pandangan penulis tentang orang tua berbalik 180 derajat atau bahkan 360 derajat hehe. Dari pandangan yang semula orang tua itu “menyebalkan”, suka mengatur, memerintah dan seenaknya sendiri menjadi pandangan “kebaikan”.Kalo sekarang, sumpah deh  orang tua itu pollll baiknya hehe
.

Peristiwa ini sedang hangat di berbagai media massa, yaitu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Banyak orang yang terkena jilatan dan hisapan “Si Aedes Aegypti”. Bahkan sampai ada yang meninggal karena ulahnya.

Disini penulis bercerita bagaimana “perjuangan” orang tua dalam menyembuhkan buah hati mereka. Penulis sangat terenyuh melihat usaha mereka. Penulis lihat dengan mata kepala sendiri ! Penulis memiliki dua saudara yaitu Hasan dan si “bontot” Nuril. Mau tahu apa yang terjadi ? Tuhan sangat baik memberikan “hadiah” kepada hamba-Nya. Yap, kami bertiga kena DBD ! Gila ! Kok bisa barengan ???

Tidak cukup satu cobaan, tapi Tuhan memberikan tiga sekaligus !! Wah sungguh baik cobaan-Nya. Yang pertama si “bontot yang kena duluan. Abah (ayah) kami sempat bolak-balik rumah sakit dikarenakan pihak manejemen rumah sakit yang “ambrol”. Sampai tengah malam, Beliau dan ibu mencari akhirnya dapat yang cocok. Di situ saja penulis bisa merasakan “aura” kekhawatiran Beliau. Bahwa beliau sangat menyayangi anak-anaknya.

Lalu cerita berlanjut keesokan harinya  dengan Hasan yang disuruh “menginap” di rumah sakit alias dirawat. Wah penulis sempat berpikir, kala saat itu belum mengerti apakah DBD menular juga? Apakah orang tua kami juga ikut tertular ?? Kalo iya, siapakah yang mengurus penulis? Pikiran itu menyelimuti terus sampai bingung !!

Penulis melihat abah saat itu sampai bolak-balik untuk mengurusiku juga di rumah. “Apa abah tidak capek ? Lalu berapa biaya untuk merawat adik-adik?”. Penulis sampai ikut sedih juga saat itu. Tapi kesedihan itu pulih ketika wajah abah yang “sangar” itu selalu menampakan ketenangan dan kasih sayang. 

Tuhan selalu memberikan cobaan tidak lebih dari kemampuan Sang Hamba. Tapi penulis saat itu ragu akan “janji” Tuhan itu. Pasal, penulis juga masuk rumah sakit !! Bah !! Apakah keluarga kami sanggup dengan bertambahnya aku masuk rumah sakit ? Penulis lihat adik-adik tergolek lemah di sisi penulis. Namun, tetap wajah abah yang “sangar” selalu tenang. Meskipun cobaan terus berlanjut. Ketiga anak mereka kena DBD !!

Di sinilah penulis melihat kasih sayang ibu yang besar. Yang baru penulis melihat dengan mata kepala sendiri. Beliau (ibu) selalu merawat kami, meskipun ada perawat yang selalu menge-check kondisi kami. Beliau selalu menyuapi kami makanan satu per satu. Mengurusi pakaian kami, membersihkan badan kami dan mengganti pakaian kami. Pernah penulis mendengar beliau berkata kepada si “bontot” yang masih belum lancar membaca dan menulis itu “Kenapa tidak ibu saja yang sakit” ucapnya sambil menahan sedih.

Penulis juga merasa terhibur karena banyak sepupu ,pakde,bude dan keluarga yang lain datang menjenguk kami. Mereka seakan pelipur lara penulis yang bosan rebahan terus. Tapi di sini juga penullis kasih sayang ibu yang juga besar. Penulis melihat ibu tidak rela meninggalkan kami sendiri. Meskipun banyak sanak saudara yang datang, beliau tetap disisi kami.

Rasa sakit jarum infus dan rasa tidak enak obat akhirnya telah kami lewati cobaan ini. Alhamdullilah ! Penulis bisa merasakan ini dampak positif dari kasih sayang ibu sehingga kami tidak merasakan susah. Ucapan Tuhan pun akhirnya penulis percayai. Dengan bantuan “malaikat tanpa sayap-Nya” dan juga “malaikat pelindung” kami. Terima kasih abah dan ibu.

Meskipun sudah pulang. Ibu tetap merawat kami. Beliau selalu menjaga apa yang kami makan. Selalu menjaga dengan lahir dan batin nya. Begitupun abah yang juga membelikan kami makanan,buah-buahan dan sayuran yang sehat. Begitu klop mereka menjaga kami. Ibu dengan kasih sayang, abah dengan ketegasan kebaikan.

Penulis mencoba membagi pengalaman ini agar semua pembaca sekaligus juga mendoakan kepada semua anak di dunia ini untuk membahagiakan orang tua mereka. Cerita di atas menjadi salah satu dari jutaan kasih sayang orang tua. Penulis yakin di luar sana banyak orang tua hebat. Cerita ini mungkin menjadi pikukuh untuk selalu menghormati dan membahagiakan orang tua. Atas jasa dan kasih sayangnya. Tidak perlu membalas semua, cukup dengan tidak menyakiti perasaannya. Sungguh penulis tidak sanggup melihat mereka menangis. Begitupun kalian pastinya hehe. Semoga tulisan ini bermanfaat !